Posted on

     YOYAKU.id-Bagi kamu yang mengidolakan budaya hustle akan merasa termotivasi untuk bekerja terus menerus, kamu pun termotivasi untuk terus mengejar mimpi dan ingin sukses dalam hal finansial. Di samping itu, budaya hustle dapat menginspirasi sebagian orang untuk selalu bekerja dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

 

     Jika ditelusuri lebih dalam lagi, pada akhirnya budaya hustle ini lebih banyak memberikan dampak negatif. Seperti, seorang siswa yang selalu termotivasi untuk belajar nonstop sehingga tidak ada waktu untuk istirahat. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya.

 

     Dengan bekerja terus-menerus, tentu saja akan mengakibatkan kelelahan yang berlebihan. Lebih jauh lagi, bisa mengakibatkan stres karena terlalu menekan tingkat produktivitas. Sehingga, dapat memicu kenaikan atau penurunan berat badan yang drastis, tekanan darah tinggi, kelelahan, dan depresi.

 

     Terlalu banyak pekerjaan juga akan mengakibatkan stres jangka panjang yang akan merusak sistem kekebalan tubuh seseorang, seperti, penumpukan kolesterol di arteri, menyebabkan bisul, dan penyakit jantung. Apalagi jika kamu lupa makan atau pola makan menjadi berantakan karena banyaknya pekerjaan yang menumpuk, maka akan meningkatkan risiko diabetes.

 

     Sudah saatnya kamu meluangkan waktu buat diri sendiri agar tidak merasa tertekan karena pekerjaan yang begitu banyak. Juga, berhentilah untuk mengasumsikan bahwa sibuk adalah hal yang baik. Karena hal ini dapat menguras energimu dan tentunya hal ini tidak baik bagi kesehatan tubuh.

 

     Pertama kali fenomena gila kerja atau workaholism ditemukan pada tahun 1971. Fenomena ini semakin menyebar dengan cepat, terutama di kalangan milenial. Alhasil saat ini sering ditemukan yang lembur sampai tengah malam untuk belajar atau bekerja, dan menganggap sepele jam tidur.

 

     Perkembangan teknologi yang semakin pesat, juga lahirnya banyak pengusaha yang mencapai kesuksesan di usia muda, membuat orang-orang semakin terdorong untuk bisa sukses di usia muda. Tidak heran jika banyak yang terobsesi ingin seperti Mark zuckerberg, Elon Musk dan Steve job.

 

     Elon musk pernah men-tweet kata-kata mutiara seperti “No one ever changed the world on 40 hours a week,” and who recommends reaching an 80 hours/week threshold, possibly “peaking at 100.” Oleh karena itu, banyak yang ingin berlomba-lomba untuk bekerja non-stop. Alasannya, mereka percaya dengan bekerja terus maka akan sukses di usia muda. Di samping itu, banyak juga yang menantang dirinya dan meyakinkan orang bahwa bekerja keras adalah satu-satunya tindakan yang benar-benar penting. 

 

     Begitu juga dengan generasi millenial khususnya, seperti lulusan baru banyak tertarik dengan budaya gila kerja. Hal ini merujuk pada seberapa sibuk mereka, juga tentang seberapa banyak yang telah mereka kerjakan. Oleh karena itu, banyak orang tertarik dengan budaya “gila kerja atau workaholism”. Mereka beranggapan, semakin keras bekerja maka akan semakin sukses. Budaya ini telah menjadi standar bagi banyak orang untuk mengukur tingkat produktivitas dan kinerja seseorang.

 

     Fenomena ini membuat seseorang percaya bahwa aspek kehidupan paling penting adalah mencapai tujuan profesional dengan bekerja keras tanpa henti (non-stop). Sayangnya, jika dilakukan terus-menerus, hal ini akan menyebabkan seseorang kelelahan dan berbagai masalah kesehatan lainnya.

 

     Jadi bisa disimpulkan, memang bekerja keras itu penting, namun kalau kamu harus mengorbankan kesehatan mental dan tubuhmu, serta waktumu bersama orang-orang yang kamu sayang, maka percuma juga. Kunci supaya kamu masih bisa bekerja dengan baik dan memiliki kehidupan yang normal adalah, dengan menemukan keseimbangan dan skala prioritasmu masing-masing. 

 

Penulis : Michelle Caroline Kerdijk

Foto : u-note.me

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *